Posts

Showing posts from 2013

Belajar dari Kepemimpinan Soekarno

Pada kesempatan ini, saya kembali menawarkan Soekarno, presiden pertama RI sebagai contoh pemimpin yang menurut saya memiliki banyak kesamaan dengan berbagai perspektif yang telah didiskusikan dalam perkuliahan selama ini. Bukan berarti presiden yang lain tidak layak menyandang predikat good leader atau success leader , hanya saja Bung Karno memiliki lebih banyak ciri untuk membantu kita memahami studi tentang kepemimpinan. Menurut Deborah Ancona, dkk (2007), dalam studinya bertajuk “In Praise of the Incomplete Leader” ada empat kemampuan dasar yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu: sensemaking, visioning, relating, dan inventing. Sensemaking merujuk pada kemampuan seseorang untuk memahami lingkungan sekitarnya dan perubahan yang menyertainya. Pemimpin mesti mampu membaca situasi dan melihat tantangan yang akan dihadapi organisasinya di masa mendatang. Dalam hal ini seseorang mesti mampu meyakinkan followers -nya bahwa segala bentuk perubahan yang akan dihadapi

Waspadai PTN Badan Hukum

Hasrat dari perguruan tinggi negeri eks Badan Hukum Milik Negara untuk memperjuangkan otonomi kampus akhirnya terkabul. Empat PTN, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM), akhirnya menjadi PTN badan hukum setelah statuta keempat PTN tersebut disahkan oleh presiden pada Oktober lalu (Kompas, 23/10/13). Selanjutnya, empat PTN lain, yakni Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) akan menyusul kemudian. Masih jauh dari harapan PTN badan hukum merupakan solusi yang dipilih pemerintah untuk memberikan kejelasan status bagi PTN yang dulu menyandang predikat BHMN. Hal ini karena pasca-dibatalkannya UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi, praktis PTN BHMN tidak memiliki payung hukum lagi. Sebab PP No 61/1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum sudah tidak berlaku set

Pendidikan Informal dan Kenakalan Anak

Kecelakaan maut di tol Jagorawi yang melibatkan putra bungsu Ahmad Dhani pada Minggu (8/9/2013) dini hari menyisakan duka yang mendalam sekaligus pelajaran berharga bagi para orang tua dalam memberikan edukasi kepada anaknya. Dul begitu sapaan akrabnya, dikabarkan kehilangan kendali sewaktu mengendarai mobil sedan dengan kecepatan tinggi dan menyebabkan tabrakan maut. Berbagai argumen pun mengemuka, terutama mempertanyakan bagaimana anak usia 13 tahun diijinkan mengemudikan mobil dan berada di luar rumah hingga larut malam. Meskipun Ahmad Dhani menyatakan bahwa kecelakaan yang melibatkan anaknya menjadi tanggung jawab bersama antara negara dan orang tua, tapi tetap saja kontrol orang tua terhadap anak yang masih di bawah umur (kurang dari 18 tahun) memegang peranan penting. Pendidikan keluarga dan lingkungan menjadi faktor dominan dalam membangun karakter anak. Sebab, pertama kali seorang anak mengenal dunia adalah melalui orang tuanya dan akan terus mendapatkan pengaruh dari

Jerat Akreditasi

Gelar akademik merupakan salah satu kebanggaan bagi mereka yang telah merelakan materi, waktu dan pikiran selama bertahun-tahun di perguruan tinggi. Aspek legalitas dalam menimba ilmu bahkan menjadi penanda status sosial seseorang di masyarakat. Namun, apa jadinya bila ijazah sebagai penanda kaum terpelajar tidak diakui kebasahannya oleh negara. Bukankah tidak ada lagi pembeda antara mereka yang mengenyam pendidikan formal dan informal. Fenomena ini menyeruak, lantaran kebijakan pemerintah soal akreditasi satuan pendidikan. Pasal 60 ayat (1) UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa akreditasi merupakan upaya untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal. Policy  ini lahir dengan semangat menjamin tersedianya layanan pendidikan yang berkualitas bagi warga negara yang kewenangannya melekat pada Badan Akreditasi Nasional (BAN S/M, BAN PT, dan BAN PNF). Namun cita-cita mulia ini masih jauh panggang

Bangkitkan Kultur Membaca

“Kenyataan-kenyataan yang kulihat dalam duniaku yang gelap hanyalah kehampaan dan kemelaratan. Karena itu aku mengundurkan diri ke dalam apa yang dinamakan orang Inggris 'Dunia Pemikiran'. Buku-buku menjadi temanku.” (Soekarno).             Bung Karno, sebagai salah satu  founding fathers begitu menaruh perhatian besar pada dunia baca, dunia yang oleh orang Inggris dikatakan sebagai ‘dunia pemikiran’, dunia yang membawanya berkenalan dengan tokoh-tokoh besar. Sehingga membuka cakrawala dan menyadarkannya akan pentingnya Indonesia merdeka. Tak hanya Soekarno, golongan cendekia pada masa itu umumnya berkawan baik dengan buku, bahkan ketika harus diasingkan, seperti Hatta, Sjahrir hingga Tan Malaka.             Namun, bagaimana dengan minat baca masyarakat kita saat ini. Dari 38 negara yang disurvei oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD, 2011) minat baca masyarakat Indonesia menempati urutan paling buncit. Sedangkan data BPS tahun 2012 mengung

Mendikbud (Pak Nuh) Perlu Introspeksi Diri

         Sebagaimana Taufik Kiemas, yang mengatakan bahwa M.Nuh orang baik, sayapun idem dengannya. Namun orang baik bukanlah tanpa kekurangan. Orang baik tidak menjadi simbol kesempurnaan. Orang baik juga bisa salah, khilaf, dan bahkan tersesat. Tapi salah satu ciri yang mungkin menjadi ke-khasan Menteri Nuh adalah bahwa dia merupakan menteri kontroversial dan keras kepala.             Setahun menjadi Menkominfo, menggantikan Sofyan Djalil pada tahun 2007, M. Nuh langsung membuat keputusan kontroversial dengan mengeluarkan surat edaran No.84/M.KOMINFO/04/08 kepada Internet Service Provider (ISP) agar memblokir situs yang memuat film fitna. Film yang dibuat oleh Geert Wilders tersebut, dituding menghina Islam. Berbagai reaksi pun kemudian bermunculan. Banyak pihak keberatan dengan kebijakan tersebut. Pak menteri saat itu dianalogikan sedang menghancurkan dan memberangus seisi rumah demi menangkap seekor tikus. Namun, beliau justru menganalogikan pemblokiran tersebut seperti mengam

Bung Karno is a Great Leader

                   Pemimpin (leader), sejatinya banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan masyarakat (ketua RT, RW, lurah), di sekolah (ketua kelas, kepala sekolah), di lingkungan kerja (manager, CEO) dan bahkan dalam lingkup nasional seperti presiden. Namun yang kerap menjadi pokok diskusi adalah mengenai kepemimpinan (leadership) yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Lalu, apakah leadership dimiliki oleh semua pemimpin?             Leadership , sebagaimana dikemukakan oleh R. Stodgill (Fiona Dent, 2003) merupakan sebuah proses untuk mempengaruhi kegiatan pada organisasi atau kelompok dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Ledership lebih dari sekedar memimpin atau mengepalai tapi bagaimana mendayagunakan segala sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan bersama.             Menjadi seorang leader bukanlah perkara mudah. Banyak yang berasumsi bahwa seorang leader adalah mereka yang menempati posisi top manager. Padahal, seorang leader tak harus mendud

Hakikat, Tugas, dan Tangggung Jawab Manajerial

Manajerial sejatinya mengacu pada prinsip-prinsip dalam organisasi dimana seorang pimpinan ( leader ) dihadapkan pada kondisi untuk mengatur organisasi yang diembannya, baik itu penyusunan struktur organisasi sampai pada proses pembuatan kebijakan guna mewujudkan tujuan organisasi. Manajerial merupakan ruh yang bersemayam dalam diri seorang leader yang mewujud dalam istilah leadership. Lebih lanjut, leadership tak hanya dimiliki oleh pribadi yang memiliki jabatan struktural dalam sebuah organisasi, tapi juga oleh siapa saja, tak peduli pimpinan ataupun bawahan. Jadi manajerial adalah leadership yang dijalankan oleh seorang manager dalam menjalankan fungsi manajemen. Manajerial merupakan kecakapan dalam menjalankan fungsi manajemen yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Menurut James, AF Stoner (1982) manajemen merupakan sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian. Hal ini sangat terkait dengan kemampuan organisasi dalam mendayagunakan segala