Bung Karno is a Great Leader
Pemimpin (leader), sejatinya banyak
kita temui dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan masyarakat (ketua
RT, RW, lurah), di sekolah (ketua kelas, kepala sekolah), di lingkungan kerja
(manager, CEO) dan bahkan dalam lingkup nasional seperti presiden. Namun yang
kerap menjadi pokok diskusi adalah mengenai kepemimpinan (leadership) yang
dimiliki oleh seorang pemimpin. Lalu, apakah leadership dimiliki oleh semua pemimpin?
Leadership, sebagaimana dikemukakan oleh
R. Stodgill (Fiona Dent, 2003) merupakan sebuah proses untuk mempengaruhi
kegiatan pada organisasi atau kelompok dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Ledership lebih dari sekedar memimpin
atau mengepalai tapi bagaimana mendayagunakan segala sumberdaya yang ada untuk
mencapai tujuan bersama.
Menjadi
seorang leader bukanlah perkara
mudah. Banyak yang berasumsi bahwa seorang leader
adalah mereka yang menempati posisi top
manager. Padahal, seorang leader tak
harus menduduki posisi puncak dalam sebuah organisasi. Leaders bisa kita jumpai dari mulai jajaran top level hingga paling bawah. Kuncinya adalah, bahwa seorang leader memiliki pengikut (followers).
Kemudian ada yang mengatakan bahwa semua orang mau menjadi leader. Namun, tidak semua orang mau dan mampu memikul tanggung
jawab yang harus diemban oleh seorang leader.
Banyak orang yang lebih menyukai menjadi followers
dan tidak berani memikul tanggung jawab yang berat.
Lebih
lanjut, seorang leader kerap
dikaitkan dengan kemampuannya memberikan hasil (profit) bagi perusahaan.
Padahal, dalam praktiknya tidak selalu demikian. Leader tak bisa hanya dinilai dari materi yang dihasilkan tapi juga
hal-hal lain yang bersifat imateril, seperti adanya perubahan kultur kerja
disebuah organisasi atau perusahaan. Seorang leader juga dianggap mampu menjadi pelatih yang handal. Tapi
praktiknya, jarang sekali seorang leader yang
memiliki multi talenta, termasuk berperan sebagai pelatih yang mumpuni.
Sebagian besar dari mereka, umumnya hanya memberikan pengaruh dan membagi visi
mereka kepada followers-nya agar
mereka bisa meningkatkan performance-nya.
Meskipun
begitu, leadership bukanlah sesuatu
yang tidak bisa dipelajari. Robert Goffe dan Gareth Jones (2000) membantu kita
agar bisa menjadi seorang pemimpin, yakni dengan terlebih dahulu mengetahui
alasan kenapa seseorang mau dipimpin. Goffe dan Jones mengemukakan empat syarat
yang mesti dipenuhi agar seseorang mau menjadi followers kita.
Pertama
adalah reveal your weakness. Tak ada
manusia sempurna, masing-masing pasti memiliki kelemahan. Bila seseorang
dinilai sudah sempurna dan tidak memiliki kelemahan sedikit pun, maka orang
tersebut tidak memerlukan bantuan dari orang lain (followers). Kedua, become a sensor. Seorang pemimpin mesti
memiliki insting yang tajam. Dia harus tahu kapan dia bertindak, kapan dia
mesti mesti menunjukkan kelemahannya. Pemimpin mesti mampu mengumpulkan dan
mengintepretasikan soft data. Ketiga,
empathy. Seorang pemimpin harus mampu
memahami perasaaan followers-nya.
Pemimpin mesti peduli dengan tugas-tugas atau pekerjaan bawahannya. Terakhir
yakni dare to be different. Be different bukan berarti memisahkan
diri antara leader dan followers-nya. Pemimpin tetap harus
lebih dekat kepada para pengikutnya, namun pemimpin mesti memiliki keunggulan
yang membuatnya layak untuk dijadikan seorang leader.
Mengacu
pada deskripsi yang dikemukakan oleh Gareth dan Jones, maka siapa contoh
pemimpin hebat yang pernah ada? Pemimpin hebat menurut saya adalah Bung Karno,
presiden pertama Republik Indonesia.
Bung
Karno sebagaimana kerap dikultuskan oleh banyak orang, sejatinya jauh dari
sifat sempurna. Beberapa kekurangan Bung Karno, sebagaimana diceritakan kepada
Cindy Adam dalam Otobiografi “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat” (1971). Bung
Karno menyadari bahwa dirinya adalah seorang yang egois dan angkuh. “Aku mempunyai ego, itu kuakui. Tetapi tak
seorang pun tanpa ego dapat menjatuhkan 10000 pulau-pulau menjadi satu
kebangsaan. Aku juga seorang yang angkuh? Bukankah setiap orang yang membaca
buku ini ingin mendapat pujian?”
Sama seperti manusia lainnya, Bung
Karno juga acap kali kelelahan akibat pekerjaannya. “Bila hari sudah larut aku
merasa lelah, seringkali aku kehabisan tenaga, sehingga sukar untuk menggerakkan
persendian.”
Dalam beberapa hal, Bung Karno
mengakui kalau dirinya kerap menggunakan insting dalam membaca situasi. “Aku
menjadi orang yang paling menyenangkan di dunia ini, apabila aku merasakan arus
persahabatan, simpati terhadap persoalan-persoalanku, pengertian dan
penghargaan datang menyambutku. Sekalipun ia tak diucapkan, ia dapat kurasakan.
Dan sekalipun rasa tidak senang itu tidak diucapkan, aku juga dapat
merasakannya. Dalam kedua hal itu aku bereaksi menurut insting.” Bahkan karena
kuatnya insting Bung Karno, dia kerap disebut-sebut memiliki kekuatan supranatural.
Bagaimana dengan sikap empati? Tak usah
ditanya, Bung Karno adalah seorang pemimpin yang memahami rakyatnya. Bahkan
marhaenisme lahir dari empati Bung Karno terhadap kaumnya. Dia berdialog dengan
seorang petani (marhaen) yang hidup menderita akibat kolonialisme. Dia
merasakan penderitaan rakyatnya, dan karena itulah Bung Karno gigih dalam
memerdekan bangsanya. “.......
Dan terdapatlah nelayan-nelayan yang
bekerja sendiri dengan alat-alat seperti tongkat-kail, kailnya dan perahu kepunyaan
sendiri. Dan begitupun para petani yang menjadi pemilik tunggal dari sawahnya
dan pemakai tunggal dari hasilnya. Orang-orang semacam ini meliputi bagian
terbanyak dari rakyat kami..... Mereka
adalah korban dari sistim feodal, dimana pada mulanya petani pertama diperas
oleh bangsawan yang pertama dan seterusnya sampai keanak-cucunya selama
berabad-abad. Rakjat yang bukan petanipun menjadi korban daripada imperialisme
perdagangan Belanda, karena nenek moyangnya telah dipaksa untuk hanya bergerak
dibidang usaha yang kecil sekedar bisa memperpanjang hidupnya.”
Lebih lanjut, Bung Karno merupakan
pemimpin yang berani tampil beda. Bukan karena keinginannya untuk berbeda tapi
karena memang sulit untuk bisa menyamai dirinya, bahkan diantara teman
seperjuangannya sekalipun. Itulah yang kemudian mengantarkannya menjadi orang
nomor satu di republik ini. Bung Karno adalah seorang negarawan, akademisi, dan
seniman sekaligus.
Gagasannya selalu berasal dari
penggalian terdalam dari kearifan lokal bangsa ini, seperti pancasila. Bahkan Bung
Karno menegaskan bahwa sosialisme yang dianut Indonesia berbeda dengan
Sosialisme yang selama ini berkembang di Eropa. Sosialisme Indonesia
(Pancasila) adalah khas dari Indonesia. Dan Bung Karno adalah salah satunya
pemimpin yang berani menawarkan ideologi bangsanya (pancasila) untuk menjadi
ideologi negara-negara di dunia. Dan satu hal yang tidak dimiliki kaum
cendikiawan Indonesia adalah kharisma yang begitu besar yang dimiliki oleh Bung
Karno.
Selanjutnya, hal yang wajib dimiliki
oleh seorang pemimpin adalah vision and influence dan Bung Karno sangat
kental dengan kedua hal tersebut. Visi kemerdekan dan persatuan Indnesia bahkan
sudah muncul dalam benak putra sang fajar ini semenjak masih remaja. Wajar saja
bilakemudian ulah Belanda yang mempersulit penyatuan Irian barat ke dalam NKRI
membuatnya geram. Visi Indonesia ke depan juga dimanifestasikan Bung Karno
dengan mendirikan IKIP ditiap provinsi agar kelak Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia berkualitas dan mampu mengelola kekayaan alam yang terkubur di dalam
bumi pertiwi.
Bung karno juga tak hanya
berpengaruh di level domestik, tapi juga internasional, sampai-sampai Amerika
pun dibuat gentar dengan langkah-langkah yang ditempuh Bung Karno. Presiden
pertama RI tersebut juga berhasil membuat gerakan Non-Blok, mengorganisir
negara-negara di Asia dan Afrika yang selanjutnya semakin membuat Indonesia
disegani dalam kancah internasional.
Menilik uraian di atas maka, tak
bisa ditepis bahwa Soekarno merupakan salah satu pemimpin hebat yang pernah
dimiliki oleh bangsa ini. Meskipun masih banyak lagi karakter kepemimpinan
Soekarno yang bisa dikupas, namun setidaknya beberapa penjelasan di atas sudah
cukup mewakili diskusi mengenai leader dan leadership.
Comments