Rok Mini vis a vis BBM



Akhir pekan kemarin, seorang teman menanyakan kepada saya perihal persamaan antara rok mini dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Berbagai jawaban “liar” pun terlontar dan tak satupun dari kami yang bisa menjawab pertanyaan tesebut. Teman pun akhirnya memberikan jawabannya. Dengan tersenyum dia katakan bahwa antara rok mini dan BBM keduanya sama-sama naik. Rok mini naik dari lutut menuju paha sedangkan BBM naik mencapai batasan di mana subsidi tidak ada lagi sama sekali. Tak ayal jawaban tersebut membuat kami tertawa dan kesal. Tapi setelah saya renungkan, memang benar. Apalagi bila kita kaitkan dengan diskursus yang berkembang mengenai rok mini dan BBM belakangan ini.
Mengurus rok mini
Rok mini muncul ketika ketua DPR Marzuki Alie menghembuskan wacana mengenai akan adanya peraturan yang melarang penggunaan rok mini di DPR RI. Hal ini kemudian memunculkan perdebatan dan menjadi polemik di media massa nasional. Sejalan dengan upaya pelarangan terhadap penggunaan rok mini tersebut, presiden SBY pun dengan sigap membentuk satgas lagi. Kehadiran satgas pemberantasan mafia hukum yang mandul dan identik dengan pencitraan, nampaknya tak menyurutkan langkah presiden untuk terus menelurkan satgas-satgas baru. Kali ini adalah satgas Pencegahan dan Penanganan Pornografi yang dilahirkan dengan Perpres No 25 tahun 2012.
Hal ini tentunya kontraproduktif dengan situasi yang sedang dialami bangsa Indonesia. Di saat korupsi yang melibatkan anggota partai Demokrat merajalela, konflik sosialpun terus terjadi. Kondisi ini diperparah dengan isu BBM yang masih belum menemukan titik terang. Di tengah kesimpang-siuran tersebut, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan yang jauh dari esensi permasalahan bangsa.
Sebagaimana diutarakan oleh teman saya, rok mini pada dasarnya memang menemukan evolusinya. Perkembangan rok dari panjang sampai kemudian menjadi pendek (mini) hingga ke-miniannya pun sampai-sampai merangkak naik kepangkal paha. Sejalan dengan fenomena rok tersebut, harga BBM juga berevolusi dari tahun ke tahun, dari presiden yang satu ke presiden lainnya. Bahkan pada masa Soeharto BBM sampai 18 kali mengalami kenaikan.
Keindahan rok mini dan petaka BBM
Rok mini muncul bukan dari sebuah kebijakan, melainkan keinginan personal seseorang untuk mengenakannya. Ini merupakan cara berpakaian dari seorang perempuan. Ini juga terkait dengan kenyamanan seseorang dalam berpenampilan dan menggunakan pakaian yang melekat pada tubuhnya. Kemudian apakah hal ini berdampak pada khalayak luas, termasuk menimbulkan tindak kejahatan seperti pemerkosaan ataupun pelecehan seksual?
Pengenaan rok mini memang menimbulkan pro-kontra, terutama dalam hal kesopanan yang sulit sekali dicari standarnya. Namun nyatanya belum ada penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan rok mini berbanding lurus dengan maraknya kasus pemerkosaan ataupun tindak kejahatan seksual lainnya. Bahkan dengan “mengusik” keberadaan rok mini, anggota dewan malah terkesan tak dapat membendung hasrat “arus bawahnya”.
Lantas bagaimana dengan BBM. Harga BBM yang meroket naik jelas memiliki dampak yang cukup signifikan dalam kehidupan sosial. Karena BBM memiliki dampak laten. Maksudnya adalah harga-harga akan naik meskipun tidak memiliki hubungan langsung dengan naiknya harga BBM, termasuk harga rok mini dipasaran juga akan ikut naik.
Yang tak bisa dihindari dari naiknya harga BBM adalah psikologi pasar. Kepanikan pasar akan naiknya harga BBM membuat mereka menaikkan harga-harga barang kebutuhan pokok. Sebagaimana yang terjadi di Lampung, ketika harga BBM belum resmi dinaikkan tetapi harga-harga kebutuhan pokok sudah mulai merangkak naik.
Harga gula curah yang tadinya Rp.10.000/kg, kini menjadi Rp.11.000. minyak goring curah yang semula Rp.11.000 menjadi Rp.11.500 (Kompas, 19/03/12). Di Solo kenaikan harga cabai mencapai 50%, yaitu dari Rp.15.000/kg menjadi Rp.30.000 (Solo Pos, 19/03/12).
Tidak hanya berhenti sampai disitu, kenaikan harga BBM juga akan berpengaruh dengan daya beli masyarakat, terutama sekali mereka yang pendapatannya tidak berubah meskipun harga BBM naik. Hal ini kemudian memunculkan ketimpangan antara pendapatan dan pengeluaran yang menuntun masyarakat ke jurang kemiskinan yang lebih dalam.
Situasi penuh kesimpang-siuran dan tidak adanya ketegasan dari pemerintah mengenai kebijakan BBM juga membuat celah bagi para spekulan untuk “bermain”. Kenaikan harga yang cenderung prematur, kelangkaan BBM, serta penimbunan BBM di beberapa kota menunjukkan bahwa BBM lebih berbahaya ketimbang rok mini yang dipakai oleh sebagaian perempuan saja.
Mencari prioritas
Sudah seyogyanya pemerintah lebih kritis dan jeli dalam menyikapi permasalahan rakyatnya. Pemerintah harus segera sadar dan menghentikan mengurusi tetek-bengekpersoalan yang tidak menyentuh akar masalah rakyat. Perilaku demagog harus dibuang jauh-jauh, karena diseberang jembatan kemerdekaan rakyat masih menunggu cita-cita kesejahteraan bersama (masyarakat adil dan makmur). Jadi cobalah kita melihat rok mini sebagai keindahan untuk sementara agar kita semua bisa fokus mengejar mimpi yang sebenarnya. Itu harapan saya, tapi semua tergantung kemauan bapak/Ibu di “atas” sana.

Comments

Popular posts from this blog

Optimasi, Pasar, dan Model Ekonomi

Refleksi Kaum Muda

“SAFARI MALAM” DI RUTAN PONDOK BAMBU