Renungan Merah Putih


Sudah setengah abad lebih Indonesia eksis sebagai negara. Jutaan nyawa pun meregang demi terwujudnya Indonesia merdeka. Sebuah asa untuk lepas dari kolonialisme kini menjadi nyata. Namun kehadiran Indonesia sebagai sebuah negara merdeka ternyata tidak membawa banyak perubahan bagi kehidupan rakyatnya. Indonesia sebagai negara belum bisa mengayomi warganya. Ekonomi hanya dikuasai sekelompok orang saja dan alhasil kue pembangunan pun tidak bisa dinikmati oleh mayoritas rakyat.
Sebagai rakyat Indonesia tentu kita sepakat bahwa bumi pertiwi memiliki kekayaan alam yang melimpah. Sejatinya anugerah Tuhan tersebut bisa dikelola dengan baik demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Namun fakta tidak demikian adanya, elite pemerintahan yang dipercayakan untuk mengurus negeri ini justru menggadaikannya kepada pihak asing. Isi bumi kita dikeruk oleh pihak asing, hutan dan lautan kita pun juga dijarah oleh pihak asing. Hal ini memperlihatkan bahwa kita sudah hanyut dalam gelombang kapitalisme global.
Kapitalisme global ternyata telah merusak fondasi kebangsaan Indonesia, bahkan racunnya telah menggrogoti moralitas elite kita. Fenomena ini sebenarnya yang selalu ditentang oleh Soekarno. Kapitalisme dunia yang bisa merusak bangsa Indonesia. Soekarno menyebutnya neo kolonialisme dan imperialisme (nekolim). Nekolim merupakan bentuk penjajahan gaya baru yang pada praktiknya nampak lebih berbahaya daripada kolonialisme dan imperialisme gaya lama.
Kondisi Indonesia makin parah karena kapitalisme bersenyawa dengan korupsi. Seperti kita tahu bahwa korupsi di Indonesia sangat akut. Wabahnya sudah menjangkiti para elite termasuk aparat penegak hukum. Dan dampaknya adalah merugikan rakyat banyak, karena uang negara yang seharusnya untuk rakyat tapi malah digunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Selain permasalahan yang terkait dengan kesejahteraan, Indonesia juga dihadapkan pada masalah disintegrasi. Setelah Aceh dapat diselesaikan, kini Indonesia bagian Timur terus bergejolak terutama Papua. Bila riak-riak ini tidak bisa ditangani dengan baik maka Indonesia harus siap mengahadapi gelombang besar bahaya disintegrasi bangsa.
Indonesia di era reformasi sejatinya semakin kehilangan jati dirinya. Bisa jadi hal tersebut lantaran usaha untuk membentuk character and nation building oleh Soekarno pada awal kemerdekaan belumlah tuntas. Sehingga bangsa yang katanya subur ini hanya menjadi sapi perahan pihak-pihak penganut nekolim. Terombang ambing mengikuti arus kapitalisme. Hal inilah yang kemudian membuat Indonesia sulit untuk memakmurkan dirinya sendiri.
Melihat kenyataan pahit akan adanya sebuah tragedi dalam kehidupan berbangsa, maka sudah selayaknya kita semua kembali menoleh ke belakang, melihat dan memahami kembali mengenai tujuan bernegara. Karena bagaimanapun juga, Indonesia adalah titipan dari para pendahulu kita. Tanpa mereka dan tanpa restu dari Tuhan, Indonesia sebagai negara merdeka belum tentu ada.
Menengok sejarah dalam upaya untuk membangun kembali Indonesia, maka kita bisa berpijak pada 4 konsensus yang sudah lama disepakati oleh founding fathers, sebagai pedoman dalam melanjutkan tongkat estafet perjuangan dari pintu gerbang kemerdekaan menuju kemerdekaan yang sesungguhnya, yaitu tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Pertama adalah Pancasila. Pancasila hadir sebagai dasar dari berdirinya Indonesia. Dalam pidatonya mengenai pancasila pada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (BPUPKI) 1 Juni 1945, Bung Karno mengatakan bahwa Indonesia didirikan oleh semua buat semua. Intinya jelas bahwa Indonesia bukan hanya buat kelompok tertentu, Indonesia tidak hanya milik Islam, Kristen, Hindu, ataupun Budha. Indonesia juga tidak hanya milik orang Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, maupun Nusa Tenggara. Indonesia adalah milik semua orang yang berada di wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Bernegara dengan pancasila berarti menciptakan nilai kebangsaan, perikemanusiaan, mufakat, kesejahteraan dan pastinya ketuhanan. Apabila prinsip ini benar-benar dipegang teguh maka Indonesia tentu bisa bertahan sebagai satu kesatuan yang utuh, sebagaimana diinginkan oleh pendiri bangsa ini.
Kedua adalah UUD 1945. UUD 1945 memuat tujuan bernegara. Tujuan berdirinya Indonesia menurut pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 adalah “…..untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…..”
Kemudian untuk mencapai tujuan bernegara maka dibuatlah aturan bersama agar tujuan tersebut bisa tercapai. Aturan ini tertuang dalam pasal-pasal yang ada di dalam UUD 1945. dan sebagai bagian dari bangsa Indonesia maka kita sudah sepatutnya untuk patuh terhadap UUD 1945.
Ketiga adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI berarti seluruh wilayah Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke. NKRI sebenarnya sudah final atau biasa dikenal dengan istilah: NKRI harga mati. Meskipun demikian masih ada pihak-pihak yang memperdebatkan mengenai keharusan NKRI. Mereka berargumen bahwa jika memang yang terbaik adalah tidak menjadi Indonesia mengapa harus dipaksakan.
Menanggapi pandangan tersebut, kita memang harus melihat sejarah kembali. Indonesia dibangun dengan darah, linangan air mata dan sebuah penantian panjang. Kegagalan perjuangan yang bersifat kedaerahan kemudian menampakan hasilnya ketika kesadaran akan kebersamaan muncul. Inilah yang kemudian membawa perjuangan ke arah kemerdekaan. Indonesia bukanlah sebuah paguyuban ataupun kesatuan yg kecil, bukan pula kesatuan yang sifatnya kedaerahan, Indonesia adalah sebuah kesatuan nasional yeng membentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang didirikan tidak untuk waktu yang singkat. Indonesia tidak didirikan untuk kemudian pecah menjadi kepingan seperti Uni Soviet dan tidak pula untuk tercerai seperti India. Oleh sebab itu maka NKRI harus dijaga dengan gotong royong demi kesejahteraan, atau NKRI akan bernasib sama dengan Soviet dan India.
Konsensus yang terakhir adalah paham bhinneka tunggal ika. Bhinneka tunggal ika dicetuskan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma. Bhinneka tunggal ika mengandung paham toleransi. Mengajarkan pada kita mengenai pentingnya sikap saling menghargai dan menghormati. Hal ini sangat penting, mengingat Indonesia merupakan negara dengan beragam suku bangsa, adat dan kepercayaan. Namun perlu diingat bahwa bhinneka tunggal ika bukanlah sebuah jargon, bhinneka tunggal ika adalah sebuah nilai. Dan unsur ke-ikaan yang paling dominan adalah Indonesia. Jadi apapun latar belakang kita, apapun agama kita tetap kita Indonesia.
Ke-4 konsensus yang populer dengan istilah 4 pilar kebangsaan ini pada hakikatnya tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika segenap pihak baik itu elite pemerintah dan rakyat tidak memahami dan menjalankannya. Pancasila, UUD 1945, konsep NKRI dan bhinneka tunggal ika tidak akan memberikan maslahat bagi bangsa Indonesia jika hanya dijadikan simbol dan seremonial belaka. Jika konsensus-konsensus tersebut hanya sebatas hitam di atas putih dan tidak sesuai antara yang digariskan dengan fakta di lapangan, lantas mengapa kemudian kita harus bernegara?

Comments

Popular posts from this blog

Refleksi Kaum Muda

Gerak Lambat Pendidikan

Hakikat, Tugas, dan Tangggung Jawab Manajerial