MEMBANGUN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN

Indonesia sudah sejak lama dikenal memiliki sumber daya alam yang melimpah. Hal ini pulalah yang kemudian membuat negara-negara Eropa seperti Portugis dan Belanda menjadikan Indonesia sebagai koloni mereka. Kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia dikuasai dan dikuras oleh para penjajah tersebut. Belanda sendiri bercokol di Indonesia selama lebih kurang 3 ½ abad atau 350 tahun. Negeri kincir angin tersebut bahkan tidak terima ketika harus melepaskan Indonesia dan menyerahkannya kepada Jepang ketika Jepang berhasil menaklukan Belanda di Indonesia. Takut kehilangan “tambang emasnya” Belanda kembali ke Indonesia dengan “membonceng” tentara sekutu setelah Jepang kalah dalam perang dunia II.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah menyadari betapa pentingnya membentuk sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang nantinya bisa mengelola kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia. Oleh sebab itulah maka mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi salah satu tujuan berdirinya republik ini. Upaya ini kemudian dimanifestasikan melalui pendirian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), meningkatkan kesejahteraan guru, serta mengirimkan pelajar dan mahasiswa ke luar negeri. Maka tak heran bila kemudian pada tahun 70-an dan 80-an Indonesia menjadi kiblat bagi negara-negara di Asia Tenggara. Negara-negara tetangga banyak yang yang mengirimkan pelajar dan mahasiswanya untuk belajar di kampus-kampus di Indonesia seperti UI, ITB, dan UGM. Indonesia bahkan pernah mengirim guru ke Malaysia untuk mengajarkan ilmu matematika pada orang Malaysia.

Namun sekarang keadaan telah jauh berbalik. Kita telah jauh tertinggal dari negara-negara tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura. Bila dulu penduduk di kedua negara tersebut belajar di Indonesia, kini malah penduduk Indonesia yang berbondong-bondong belajar ke negara persemakmuran Inggris tersebut. Bukan hanya itu saja, cita-cita untuk menciptakan SDM yang berkualitas guna membangun Indonesia sepertinya gagal. Indonesia yang sudah merdeka selama 64 tahun belum bisa mengurus dirinya sendiri. Kekayaan bumi pertiwi masih dikuasai oleh asing. Freeport masih bercokol berpuluh-puluh tahun di tanah Papua dan telah menyulap gunung menjadi lembah yang gersang. Exxon Mobil bersama-sama dengan perusahaan asing lainnya dengan leluasa “memperkosa” Indonesia. Kondisi ini kemudian memunculkan pertanyaan, apakah memang SDM Indonesia masih belum mampu mengelola kekayaan negaranya atau memang para elit merelakan negaranya untuk dieksploitasi dan dijarah oleh asing dan mengambil keuntungan dari penjarahan tersebut??

Dua pertanyaan di atas pada intinya memiliki keterkaitan. SDM Indonesia memang jauh tertinggal bila dibandingkan negara-negara tetangga seperti Australia, Singapura, dan Malaysia. Sehingga kita memiliki kesulitan untuk mengelola bumi Indonesia. Namun, di sisi lain, para pemimpin di republik ini tidak berusaha untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Para elit yang dipercaya dan diberikan mandat untuk membangun bangsa malah berkhianat dengan menjadi antek negara asing dan menceburkan diri dalam arus besar pasar bebas yang merugikan bangsa ini.

Indonesia dengan penduduk sekitar 200 juta lebih harusnya bisa berdikari membangun bangsanya. Namun fakta bebicara lain, penduduk yang sedemikian banyak dan harusnya bisa diberdayakan malah terbengkalai dan menjadi masalah tersendiri bagi pemerintah.


Pendidikan

Dengan jumlah penduduk yang cukup besar dan sumber daya alam yang begitu melimpah harusnya Indonesia bisa menjadi salah satu negara besar di dunia. Betapa tidak, tanah yang subur, hutan yang lebat dan lautan yang luas harusnya bisa dikelola dengan baik oleh anak bangsa demi kemakmuran bersama. Untuk mengelola ini semua jumlah penduduk yang besar bukanlah prasyarat utama melainkan kualitas penduduklah yang akan menentukan sukses tidaknya pengelolaan aset-aset negara tersebut. Dan kualitas SDM merupakan masalah yang sangat akut di Indonesia. Sehingga diperlukan sebuah obat yang mujarab untuk menyembuhkannya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan obat mujarab yang dapat mengatasi masalah kualitas SDM Indonesia yang semakin hari sulit untuk bersaing dengan negara-negara tetangga. Dan terkait dengan pendidikan, pemerintah belum sepenuhnya memberikan perhatian. Anggaran pendidikan sebesar 20% hanya menjadi tarik ulur kepentingan politik. Sistem pendidikan yang buruk dengan kurikulum yang terus berubah hampir tiap tahun tidak bisa diaplikasikan dengan baik oleh guru dan murid. Sarana dan prasarana penunjang pendidikan juga masih sangat minim. Kesenjangan baik itu mengenai kualitas tenaga pendidik sampai kelengkapan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar mengajar antara kota dan desa nampak begitu timpang. Biaya pendidikan yang mahal membuat pendidikan tidak dapat diakses oleh orang miskin. Belum lagi masalah kesejahteraan tenaga pendidik dan status kepegawaian mereka yang tak kunjung mendapatkan kejelasan. Kesemua hal ini mewarnai dunia pendidikan di Indonesia yang sampai sekarang masih terus mencari bentuk terbaiknya.

Berbicara mengenai pendidikan pada dasarnya berbicara mengenai nasib bangsa ini ke depan. Hanya bangsa yang memiliki masyarakat yang cerdaslah yang akan berkembang dan bisa mewujudkan cita-citanya menuju kemakmuran. Hal ini dikarenakan mereka memiliki kemampuan untuk mendayagunakan segala sumber daya yang terkandung di negaranya. Dan dengan kemampuan yang mereka miliki mereka bisa berdikari dan menentukan nasib bangsanya sendiri serta dapat menghindari eksploitasi dari bangsa lain.

`Jadi sebagai langkah awal dalam rangka meningkatkan kualitas SDM Indonesia yaitu dengan memberikan perhatian lebih pada masalah pendidikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan beberapa tindakan seperti di bawah ini:

  • Arah dan tujuan pendidikan harus jelas

Dewasa ini arah dan tujuan pendidikan kita sangat tidak jelas. Meskipun UU Sisdiknas menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun dalam praktiknya sangat jauh dari tujuan tersebut. Peserta didik dijejali dengan jam belajar yang padat dan tugas yang demikian banyaknya. Mereka coba dipacu kemampuan akademiknya sedangkan kemampuan lainnya diskesampingkan, seperti: daya kreasi, kecakapan, dan kemandirian.

  • Pemerataan pendidikan

Luasnya wilayah Indonesia menyebabkan ketidakmerataan diberbagai sektor pembangunan termasuk pendidikan. Sudah menjadi rahasia umum bila pendidikan yang berkualitas umumnya tersebar di pulau Jawa sedangkan yang berada di luar Jawa apalagi di daerah Timur Indonesia, seperti Papua kualitas pendidikan sangat jauh dari harapan. Maka tak heran bila kemudian kita banyak menemukan mahasiswa dari luar Jawa yang orang tuanya berkecukupan memimilih untuk kuliah di kampus-kampus yang ada di pulau Jawa.

Perbedaan kualitas ini antara lain disebabkan oleh akses informasi di daerah yang masih minim, pelatihan terhadap tenaga pendidik yang masih kurang, sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang jauh dari harapan.

  • Pendidikan untuk semua

Maksudnya adalah bahwa semua warga negara Indonesia berhak mengenyam pendidikan tanpa membeda-bedakan latarbelakangnya. Tak peduli dia pria atau wanita, kaya atau miskin. Setiap anak Indonesia harus memperoleh pendidikan. Sehingga dalam konteksi ini biaya pendidikan yang mahal sangat haram hukumnya.

  • Kesejahteraan tenaga pendidik

Guru sudah sejak lama dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Hal ini dikarenakan jasanya begitu besar dalam mencerdasakan anak didiknya dan bahkan hingga si murid bisa menjadi presiden meskipun sang guru hanya akan tetap menjadi guru dan statusnya tidak akan berubah. Dia juga tidak akan mendapatkan penghargaan karena anak didiknya menjadi “orang besar”. Gajinya juga tidak akan dinaikkan karena jasanya tersebut.

Disinilah orang sering lupa termasuk pemerintah. Guru sesungguhnya memiliki peranan yang cukup besar dalam pencerdasan anak bangsa. Melalui sentuhannyalah ada orang seperti Soekarno, Hatta, Habibie, dll. Sehingga guru harus mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah. Kesejahteraan guru yang dirasakan kurang harus segera ditangani. Sehingga nantinya guru bisa fokus mengajar dan mencerdaskan bangsa tanpa harus pusing memikirkan dapur istrinya yang harus mengepul setiap hari.

Dengan adanya fokus perhatian dari pemerintah terhadap 4 (empat) hal di atas diharapkan ke depannya dunia pendidikan kita bisa lebih baik lagi. Sehingga upaya pencerdasan kehidupan bangsa sebagaimana telah termaktub di dalam undang-undang bisa diwujudkan. Dan setidaknya 80% penduduk Indonesia bisa menjadi manusia yang berkualitas dan bisa memajukan bangsanya tanpa harus bergantung kepada pihak asing. Selanjutnya Indonesia benar-benar menjadi sebuah bangsa yang mandiri sebagaimana dicita-citakan oleh Soekarno dengan konsep BERDIKARI.

Comments

Popular posts from this blog

Refleksi Kaum Muda

Gerak Lambat Pendidikan

Hakikat, Tugas, dan Tangggung Jawab Manajerial