Menjual Ani Yudhoyono



Pewacanaan mengenai Kristiani Herrawati atau yang akrab dipanggil Ani Yudhoyono untuk menggantikan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pemilu presiden 2014 mendatang mulai ramai diperbincangkan. Munculnya kembali nama ibu negara sebagai figur capres dari parta Demokrat tentu bukanlah sekedar celoteh beberapa internal partai Demokrat saja. Pewacanaan Ani kepublik pastilah sudah ditimang dengan cermat. Minimnya kader Demokrat pasca SBY dan terpaan badai korupsi yang melanda partai biru tersebut memaksa partai Demokrat mencari sosok baru yang mampu menaikkan elektabilitas partai.

Meskipun SBY sendiri sudah terang-terangan menyatakan istrinya tidak akan maju pada pilpres 2014, namun menurut penulis, terobosan nama  Ani adalah sebuah upaya bagi kubu SBY untuk menjaga tiga kepentingannya, yaitu: suara Demokrat 2014, calon pro-Cikeas, dan memangkas kemungkinan Anas Urbaningrum untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Mengamankan suara Demokrat

Terkuaknya kasus korupsi yang menyeret kader Demokrat membuat publik tak percaya lagi dengan kinerja partai penguasa ini. Citra anti korupsi yang didengungkan selama ini luntur sudah ketika kasus Wisma Atlet menyandera tokoh-tokoh kunci partai Demokrat. Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Suvei Indonesia (LSI) pada awal tahun lalu menempatkan Demokrat diposisi ke-3 setelah Golkar dan PDIP. Kepuasaan masyarakat terhadap SBY pun ikut turun. Meskipun demikian, Litbang KOMPAS mencatat penurunan tersebut sudah kembali membaik pada Januari 2012 dengan tingkat kepuasaan mencapai angka 38,1%.

Kondisi ini tentunya membuktikan  bahwa SBY ‘belum habis’. Namun tak mungkin God Father partai Demokrat tersebut kembali mencalonkan diri pada 2014 nanti. Untuk menyiasati hal tersebut, maka nama Ani perlu ‘diuji cobakan’ ke publik. Syukur respon calon pemilih positif, bila tidak, partai Demokrat masih punya banyak waktu untuk mempersiapkan kandidat lain.

Mengamankan Cikeas

Selanjutnya, hal yang perlu dipersiapkan oleh seorang petahana adalah bagaimana menyiapkan kader lanjutan yang pro dengan dirinya. Hal ini diperlukan untuk menjamin terjaganya tiap kepentingan ketika seorang presiden lengser dari kursinya. Tahta tentu tidak boleh diduduki oleh sembarang orang agar pasca kepemimpinan tak ada ‘tangan jahil’ yang mengusik kedamaian ‘masa pensiun’.

SBY tentu tidak mau bernasib seperti Roh Moo-Hyun, mantan presiden Korea Selatan periode 2003-2008. Roh yang dikenal berjasa karena telah membawa Korea Selatan lepas dari cengkeraman rezim otoriter Kim Dae-jung bernasib naas pasca lengser pada tahun 2008. Usai lengser dari kursi presiden, kasus korupsi yang menimpa istrinya, Kwon Yang-Sook diusut oleh penegak hukum. Karena malu, Roh akhirnya melakukan bunuh diri dengan melompat ke jurang.

Penulis tidak bermaksud mengatakan bahwa SBY memiliki sejumlah kasus. Namun naif rasanya bila dikatakan keluarga Cikeas benar-benar bersih. Paling tidak, Edi Baskoro (Ibas) pernah menjadi bulan-bulanan media perihal money politic saat pemilihan anggota legislatif 2009 silam. Namun kasus itupun lenyap bak ditelan bumi. Bisa jadi ketika yang berkuasa pada 2014 nanti bukan kubu Cikeas, berbagai borok pemerintahan SBY yang selama ini terbungkus rapi kembali dibuka ke khalayak oleh lawan politiknya.

Karena itu kubu SBY tentu terinspirasi Soeharto. Presiden 32 tahun tersebut sukses membenamkan semua kasus yang melibatkan Cendana beserta kroninya, bahkan hingga Soeharto tutup usia.

Menutup Langkah Anas

Kemenangan Anas Urbaningrum dalam Kongres partai Demokrat tahun 2010 lalu sejatinya masih menyisakan persaingan ditubuh para kandidat ketua umum yang maju dalam kongres tersebut. Apalagi calon Cikeas gagal memenangkan perebutan kursi nomor satu di Demokrat. Sisa-sisa kompetisi internal ini terkuak kembali ketika nama Anas disebut-sebut oleh Nazaruddin dalam kasus Wisma Atlet. Beberapa kader Demokrat pun ramai-ramai mendorong Anas agar lengser dari kursi ketua umum. Namun cara tersebut terbukti telah gagal, karena Anas masih jauh dari tangan KPK.

Sebagai orang nomor satu di partai Demokrat, Anas memang memiliki chance yang besar untuk ambil bagian dalam kontestasi capres 2014 nanti. Namun memberi jalan mulus kepada Anas akan berkonsekuensi pada orang Demokrat yang selama ini mengekor SBY. Bila sampai terjadi deal antara SBY dan Anas, maka nasib para ‘pembisik’ SBY yang selama ini menangguk untung selama kepemimpinan SBY bisa jadi terhempas dari kelompok elite lingkaran istana.

Untuk melanggengkan status quo mereka, maka sosok Ani bisa menjadi jalan tengah untuk menggantikan SBY agar kedekatan dengan lingkaran kekuasaan bisa terus dipertahankan.

Rakyat Jangan Terkecoh

Terlepas dari kemungkinan-kemungkinan agenda Demokrat di atas. Pemilih pada 2014 nanti diharapkan tidak terkecoh. Apapun partai dan calon presiden yang akan muncul pada 2014 mendatang, rakyat harus benar-benar menelusuri rekam jejaknya. Skeptis adalah sebuah keharusan karena menyangkut nasib bangsa ke depan.

Jangan sampai rakyat Indonesia tercebur dua kali dalam lubang yang sama. Dua kali pemerintahan hasil pemilu langsung tentunya telah membawa banyak pelajaran berharga bagi kita semua. Sehingga, meskipun penulis menilai langkah Demokrat dengan menyodorkan nama Ani ke publik adalah langkah politik yang cerdas. Namun semoga masyrakat calon pemilih bisa menyikapinya dengan bijaksana.


Comments

Popular posts from this blog

Refleksi Kaum Muda

Gerak Lambat Pendidikan

Hakikat, Tugas, dan Tangggung Jawab Manajerial